Jadi Anak Guru, Bikin Terbiasa Menyederhanakan Banyak Hal

Engga perlu nunggu jadi expert, cuma perlu satu langkah belajar lebih awal.

Saya tumbuh di rumah yang penuh papan tulis kecil, spidol, dan kertas soal. Setiap akhir masa ujian, saya ikut memeriksa hasil ujian siswa/i di sekolah tempat orang tua mengajar.

Bapak guru. Ibu pun begitu.

Tapi satu hal yang berkembang tanpa sadar bukan cuma pengetahuan soal lingkungan pendidikan formal yang lebih dari orang pada umumnya. Saya justru ikut-ikutan jadi “guru” sejak kecil.

Pastinya bukan sebagai guru resmi ya.

Koleksi buku pelajaran yang lebih dari kebanyakan orang, bikin saya selalu belajar lebih awal. Bahkan, saya udah punya akses buku SMP-SMA sebelum lulus SD 😅 

Di sekolah, saya seringkali udah paham materi 3-4 pekan dari jadwal seharusnya. Waktu guru jelasin ini-itu di depan kelas, saya malah sibuk jadi “penerjemah” bahasa guru buat kawan satu bangku atau sekitarnya.

Bukan karena pintar, cuma privilege dapat informasi lebih awal aja.

Pola ini terus berkembang di bidang lain, termasuk era pertumbuhan internet awal. Saya seringkali jadi orang yang menggali informasi lebih ngebut dari orang di sekitar.

Bukan jago, tapi emang suka ngoprek aja.

Berbagi informasi jadi terasa natural.
Engga jago, cuma belajar lebih awal.
Lanjut bagi informasi ke orang lain dengan pemahaman (POV) lebih sederhana.

Tapi uniknya, ketika dewasa dan era digital makin liar, saya ketemu banyak orang yang jelas ilmunya banyak, tapi suka overthinking soal berbagi informasi.

“Apa cukup layak untuk ngajarin?”
“Siapa juga yang mau dengerin?”
“Apa engga terlalu buat ubah informasi ini jadi produk?”

PERTANYAAN DI SEKITAR BAPACK2

Ya, saya paham kalau ini soal pembiasaan dan mental. Makanya, solusinya juga ada di sisi pembiasaan dan mental.

Mayoritas orang berbagi dan menjual informasi itu bukan karena mereka pintar aja. Tapi mereka mengejar informasi lebih awal, menerjemahkannya jadi bahasa yang sederhana, dan mengemas sebagai produk yang bisa dikonsumsi orang lain.

  • Reporter mengejar informasi lebih keras dari masyarakat umum;

  • Guru belajar satu materi lebih awal dari siswanya;

  • Pemateri webinar riset lebih awal dari pesertanya.

Ini semua soal proses mengejar informasi, mengolah, dan mengemasnya buat dikonsumsi. Jadi, saran saya, berhenti nunggu "momen siap".

Kalau bapack-ibuck engga tumbuh dalam kultur berbagi dan mengajar seperti saya, setidaknya tulisan ini kasih perspektif baru. Tantangan berikutnya adalah membiasakan pola.

  • Kejar informasi alias belajar;

  • Dokumentasikan dan tulis dalam bahasa sederhana;

  • Kemas dalam format yang bisa dipelajari orang lain:

    • Video;

    • Konten web;

    • Kelas online;

    • Modul PDF; dll.

Kita mungkin bukan orang dengan pengetahuan terbaik di bidang saat ini. Tapi kita bisa berusaha jadi pihak yang menerjemahkan konsep kompleks. Aspek ini kadang lebih orang lain perlukan daripada skill tertinggi sekalipun.

Terima kasih udah baca cerita saya hari ini.

Silakan langganan newsletter ini kalau belum, GRATIS ⤵️ 

Kita juga bisa gali proses untuk buat pengetahuan dan informasi jadi produk yang profitable. Gabung bareng saya di KELAS AKTIF - DIGIPRO 101 ⤵️ 

😁 Support Newsletter Ini

Traktir dan Request

Produk Lain